Komisi XIII Dorong Pembahas RUU PPRT Demi Perlindungan Pekerja Rumah Tangga

21-07-2025 /
Ketua Komisi XIII DPR RI Willy Aditya. Foto : Runi/Andri

PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Komisi XIII DPR RI Willy Aditya mendorong Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) yang kini berada di Badan Legislasi (Baleg) DPR untuk segera dibahas. Pihaknya mengingatkan soal ini supaya para pekerja rumah tangga di Indonesia memperoleh payung hukum jelas dan tegas sehingga bisa memberikan kepastian perlindungan bagi mereka.


"Kenapa Undang-Undang PPRT penting? Karena di dalam ketenagakerjaan kita, Undang-Undang 13 Tahun 2003 itu sangat diskriminatif. Pekerja hanya mereka yang bergerak di sektor barang dan jasa, di luar itu tidak pernah diakui sebagai pekerja,” tutur Willy kepada Parlementaria melalui rilis di Jakarta, Senin (21/7/2025).


Menurutnya, usaha ini bernilai esensial mengingat hak Pekerja Rumah Tangga (PRT) juga menjadi bagian dari hak asasi manusia (HAM) sebagaimana diatur dalam konstitusi. “Itu sudah fundamental problem. Jadi (sayang sekali) mereka cuma dilindungi oleh Permenaker," tuturnya.


Di sisi lain, ia menilai, RUU PPRT masih sangat minimalis karena tidak memiliki cantolan hukum dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan. Padahal, secara sifat dan bentuk, RUU ini bersifat khusus, yang mana serupa dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).


Maka dari itu, ujar Willy, RUU PPRT harus terintegrasi secara hukum, bersifat lex specialis, memuat standar perlindungan komprehensif, dan harmonis dengan UU lain yang relevan. Tanpa itu, nilainya, PRT tetap rentan terhadap eksploitasi dan kekerasan, sekaligus tidak memiliki jalur hukum yang jelas untuk mencari keadilan.


“Di zaman sekarang ini, masih ada eksploitasi yang sangat un-human, orang disuruh kerja. Ini kan, seperti fenomena gunung es ya, di mana ini dianggap urusan rumah tangga orang," imbuh mantan Wakil Ketua Baleg DPR itu.


Menurutnya, memang masih ada persoalan yang diperdebatkan terkait domain dari RUU PPRT. Sebagai contoh, paparnya, perilaku eksploitasi terhadap tenaga kerja pekerja rumah tangga yang tidak dianggap sebagai urusan publik, namun malah dianggap urusan orang per orang atau rumah tangga per rumah tangga.


“Ini dibentengi oleh tingginya dan tebalnya urusan domestik. Sehingga kita undang kawan-kawan dulu untuk duduk bersama agar undang-undang ini tidak dipukul rata," terangnya.


Sebagai informasi, RUU PPRT merupakan rancangan undang-undang inisiatif DPR yang saat ini masih dibahas oleh Baleg DPR. Namun, pengesahan RUU ini dipastikan molor dari target. RUU tersebut sebetulnya sudah diusulkan ke DPR sejak 2004. Hanya saja, selama dua dasawarsa, nasib RUU PPRT terkatung-katung hingga pada periode lalu, Baleg menjadikan RUU ini sebagai inisiatif DPR.


DPR bahkan sudah mengirimkan draf RUU PPRT ke pemerintah untuk mendapat masukan berupa daftar inventarisasi masalah (DIM). Respons baik, surat presiden lalu diterbitkan dan DIM dikirim kepada DPR.


Sayangnya, hingga masa keanggotaan DPR periode lalu berakhir pada Oktober 2024, RUU PPRT masih jalan di tempat. Sebab, pimpinan DPR RI belum menunjuk alat kelengkapan dewan yang akan membahas RUU tersebut.


Kemudian, pada periode keanggotaan DPR 2024-2029, RUU PPRT kembali masuk daftar Program Legislasi Nasional atau Prolegnas Prioritas 2025 atas usulan Baleg. Bak memperoleh restu alam, angin segar pengesahan RUU PPRT menjadi undang-undang pun mulai berhembus pada 1 Mei 2025 lewat pidato Presiden Prabowo Subianto saat perayaan Hari Buruh internasional. 


Dalam pidatonya, Presiden Prabowo Subianto menyatakan keinginannya untuk mempercepat pembahasan dan pengesahan RUU PPRT. Presiden bahkan menjanjikan bakal membereskan RUU PPRT dalam tiga bulan. Jika komitmen tersebut betul-betul dipegang, maka seharusnya pengesahan UU PPRT akan dilaksanakan pada 1 Agustus 2025. Akan tetapi, Baleg DPR menyatakan bahwa pengesahan RUU PPRT kemungkinan molor dari target.


Oleh karena itu, Willy meminta komitmen pimpinan DPR RI dan Baleg DPR untuk segera membahas dan mengesahkan RUU PPRT, sebagai dukungan terhadap janji Presiden Prabowo yang disampaikan di Hari Buruh. "Kalau mendukung kan jangan lain di bibir lain di hati. Kita kan mengkonfirmasi orang sederhana aja, di tindakan, 1000 kata-kata tidak jadi apa-apa tapi satu tindakan bisa merubah apapun," ungkapnya.


Adapun alasan Baleg DPR terkait molornya pengesahan RUU PPRT dari target lantaran tenggat waktu tiga bulan yang diberikan oleh Presiden Prabowo Subianto tidak mengacu pada kalender hari kerja. Dalam keterangannya baru-baru ini, Baleg DPR menjelaskan bahwa dewan memiliki masa reses yang membuat hitungan tiga bulan tidak sesuai masa kerja kalender pada umumnya.


Masa reses DPR digunakan bagi para legislator untuk kembali ke daerah pemilihan atau dapil masing-masing dan menyerap aspirasi masyarakat. DPR akan memasuki masa reses pada 25 Juli 2025 mendatang dan baru berakhir pada 15 Agustus 2025.


Selain itu, Baleg DPR menyatakan saat ini juga tengah membahas produk legislasi lainnya. Salah satunya adalah RUU Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang prosesnya masih sama dengan RUU PPRT, yakni mendengarkan aspirasi publik melalui rapat dengar pendapat umum. Sehingga waktu penyusunan, pembahasan, hingga pengesahan RUU PPRT ini kemungkinan melampaui target yang telah ditetapkan.


Terkait hal ini, Politisi Fraksi Partai NasDem yang kini menjabat sebagai pimpinan komisi DPR bidang Hak Asasi Manusia (HAM) itu berharap, Baleg DPR bisa bijaksana dalam proses pembahasan RUU PPRT agar UU yang memberikan keadilan bagi pekerja rumah tangga dapat segera disahkan. "Jadi bagaimana proses yang harus kita bangun ini adalah, jangan kemudian kita berat sebelah. Hidup ini kan harus balancing, undang-undang yang pro rakyat mengurus orang banyak ini harus kita jadikan produk. Jangan hanya undang-undang yang lain," tegas Willy.


"DPR kan rumah rakyat, ini pertarungan politik, memang konsekuensi logis dari DPR kan, ada yang sepakat, ada yang enggak. Tapi setidak-tidaknya, kita bisa belajar bahwa periode 2024 adalah periode paling progresif dari UU PPRT," pungkas Legislator dari Dapil Jawa Timur XI itu. (um/aha)

BERITA TERKAIT
Ketua Komisi XIII Tidak Setuju Putar Lagu di Pernikahan Harus Bayar Royalti
15-08-2025 /
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Komisi XIII DPR Willy Aditya sepakat dengan adanya pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang...
Menuju Generasi Emas 2045, Legislator Soroti Pentingnya Akses air Bersih & Gizi Seimbang
07-08-2025 /
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi XIII DPR RI Yanuar Arif Wibowo menyoroti program MBG (Makan Bergizi Gratis) yang menurutnya perlu...
Yanuar Arif: Pemberian Amnesti dan Abolisi Prabowo Sangat Tepat
06-08-2025 /
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi XIII DPR RIYanuarArif Wibowo menyatakan dukungannya terhadap kebijakan Presiden Prabowo Subianto yang memberikan amnesti dan...
Fenomena Bendera One Piece Bagian Dari Ekspresi, Pemerintah Harus Intropeksi
05-08-2025 /
PARLEMENTARIA, Jakarta - Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI Andreas Hugo Pareira menilai fenomena pengibaran bendera bajak laut dari anime...